"Pengacara saya buku, saya selalu berkonsultasi dengan buku," kata Marten ditemui di kos-kosannya, Jalan Selatan 8, Jatimekar, Pondok Gede, Bekasi kepada detikcom, Jumat (20/9/2013).
Omongan Marten bukan bualan semata. Di kos-kosan ukuran 3x4 meter tergeletak puluhan buku di rak dan almari. Saking banyaknya sehingga rak tidak muat, kertas pun dibiarkan berceceran di ruangan yang bercat merah muda kusam.
"Kalau bukunya mahal, saya ke toko buku dan baca buku di situ sampai benar-benar paham," kisah suami yang belum dikaruniai anak itu.
Selain menggugat ke MK, dia juga memperjuangkan hak-haknya ke pengadilan hubungan indsutrial (PHI). Namun perjuangannya di PHI bisa berjalan percuma karena ada pasal yang masing mengebiri hak-hak konstitusionalnya.
"Dengan latar belakang itu, saya menggugat ke MK," tutur mahasiswa FH UKI Cawang semester IV itu.
Marten meminta MK membatalkan Pasal 96 UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal itu mengatur masa kedaluwarsa tuntutan pembayaran upah pekerja atau buruh maksimal 2 tahun. Dengan dikabulkannya permohonannya itu, maka tidak ada lagi masa kedaluwarsa dalam mengajukan gugatan hak-hak buruh.
Kodokoala: Orang dan Tokoh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar